Rabu, 10 Desember 2008

Krisis Sesungguhnya Mengintai Anak Negri

Akhir tahun 2008 ini kondisi masyarakat petani diperdesaan direpotkan dengan turunnya harga hasil perkebunan seperti harga buah sawit, karet, cengkeh, coklat dan tanaman lainnya. Situasi ini bagi petani sawit dan karet sangat terasa sekali sebab harga kedua komoditi ini per kilonya begitu anjlok sehingga hampir mendekati 80 % dari harga sebelumnya.

Jika dari awal petani dikampung mengembangkan usaha yang bervariasi maka dampak krisis tidaklah terasa. Usaha pertanian yang dapat dikembangklan adalah usaha yang dapat menambah penghasilan keluarga maupun untuk menjaga ketahanan pangan keluarga sendiri (dikonsumsi sendiri).
Banyak alternative tanaman komoditi yang dapat dikembangkan namun kebiasaan orang dikampung tidak mau menanam tanaman lain selain karet atau hanya mengandalkan kaplingan sawit saja. Dengan luas lahan yang miliki saat ini sebenarnya mereka dapat menanam Coklat, lada, dan lain-lain serta tanaman untuk konsumsi lokal yang lebih cepat laku dipasar domestic.
Untuk menjaga kelestarian lingkungan usaha bersama dalam suatu desa dapat digalakan demi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Dengan menghimpun modal secara bersama maka masyarakat petani akan mandiri dan berdaya sendiri.

Penurunan harga yang sangat dratis pada komoditi eksport diatas, tentu tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian Amerika yang berimbas pada ekonomi global. Rendahnya tingkat pendapatan petani membuah daya beli mereka juga berkurang. Kenaikan harga kebutuhan pokok tidak berimbang dengan penghasilan yang didapat setiap harinya. Belum lagi factor alam dan cuaca yang tidak memungkinkan petani mengembangkan usaha lain.
Situasi krisis ini bagi setiap orang memiliki cara sendiri-sendiri untuk menghadapinya. Bahkan ada yang mendapat berkah dari krisis karena ia bisa melihat peluang. Ada pula yang jatuh karena tidak ada alternative lain. Dan kebanyakan adalah mengeluh dan larut dalam krisis itu sendiri.
Jika dilihat krisis global saat ini bukanlah krisis yang sesungguhnya yang dialami para petani, terutama anak negeri ini. Mengapa…. Karena krisis yang sesungguhnya kedepan adalah hilangnya hak-hak anak negeri ini atas segala asset yang dititipkan nenek moyangnya. Krisis pangan, krisis air, krisis energi akan menjadi puncaknya dan perlahan dan pasti melanda seluruh negeri.
Begitu banyak orang dinegri ini menjual tanahnya tanpa mau mengusahakan sendiri. Mereka telah menjual semua tanah miliknya kepada perusahaan tambang, perkebunan sawit, mereka telah menukarnya dengan motor-motor kenyamanan sesaat. Mereka tidak perlu memikirkan generasi anak cucunya yang hanya mendengar kisah masa jaya kaumnya. Dimana tongkat kayu dan batu menjadi tanaman seperti dalam bait sebuah lagu tempoe doeloe.
Mengapa demikian karena kedepan persoalan pangan akan menjadi persoalan dasar manusia ianya semakin mahal, karena banyak areal pertanian disulap menjadi beton megah. Tanah sebagai asset yang sangat berharga tidak lagi dimiliki oleh anak negeri ini. Mereka telah menjualnya kepada pemilik modal hanya untuk menikmati kehidupan saat ini, menjadi budak dirinya sendiri.
Persoalan air bersih akan lebih mahal dari harga BBM, ianya sulit didapat karena hutan dan bukit penyangga air habis dibabat, kalaupun ada sudah dikuasai oleh pemilik modal. Air sungai akan mengering jika musim kemarau, banjir dimusim hujan dan sungai telah tercemar oleh limbah-limbah perkebunandan tambang yang membuang pupuk serta bahan kimia beracun didalamnya.
Sekarang kepada siapa kita berharap ? Adalah sebuah pertanyaan refleksi bagi kita semua apa yang telah kita buat saat ini ? bagaimana agar krisis sesungguhnya tidak melanda anak negeri ini ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar