Senin, 26 Mei 2008

PESAN

Wahai anak negri…. Ku mohon dengarkanlah kata-kataku ini…. Akan tiba saatnya… Ketika aku sudah tidak disini lagi … Orang lain akan datang terus menerus dengan senyum dan kelemah lembutan …. Untuk merampas apa yang sesungguhnya menjadi milikmu … Yakni tanah dimana kamu tinggal…., sumber panghasilanmu..., dan bahkan makanan yang ada dimulutmu akan diambil oleh mereka..., kalian akan kehilangan hak milik kalian yang turun menurun dimiliki..., dirampas oleh orang asing dan para spekulan yang pada gilirannya akan menjadi tuan dan pemilik..., sedangkan kalian hai anak-anak negri ini ...., akan disingkirkan dan tidak akan menjadi apapun kecuali menjadi para kuli dan orang buangan dipulau sendiri.... ”.
( By. Charles Brooke____ the White Rajah of Sarawak, ___1915 ).Lembaran
pesan ini beberapa tahun lalu saya dapatkan dari orang-orang yang peduli pada borneo. Apa yang tertulis disini menggambarkan fakta akan kehancuran anak negri sekarang. Aku sedih jika sedang keliling kampung melihat hutan dan kebun karet masyarakat digusur dan diganti dengan kebun sawit.... aku kesal karena tanah anak negri ini dijual kepada pemodal karena mereka kelaparan dilumbung Tuhan yang berlimpah. Aku sedih jika melihat masih banyak anak negri ini yang tidak bersekolah dengan alasan tidak ada uang. Aku sedih melihat anak negri ini menjual tanahnya hanya demi sebuah jalan. Aku sedih melihat anak negri lebih senang menjadi buruh daripada menjadi diri sendiri... Aku sedih jika melihat anak negri ini yang menyerahkan tanah untuk kebun sawit harus membayar lagi kredit sawit. Aku sedih begitu banyak sederetan iklan yang mengundang anak negri ini supaya berpikir instant. Yaa... aku hanyalah aku ... Aku juga tidak bisa berbuat banyak mungkin hanya bisa memelas dan bersedih. Tapi setidaknya aku punya keyakinan dan terus berjuang untuk berbuat pada sesamaku. Akankah kepedulianku selama ini dilakukan juga oleh orang-orang yang memiliki jabatan dinegri ini ? atau hanya peduli pada saat ingin mejadi raja dan menarik simpati anak negri yang memang haus akan kehidupan yang bermartabat dan berdaulat ditanah sendiri.

Sabtu, 10 Mei 2008

PESONA BUKIT BELUNGAI

Sekembalinya saya setelah seminggu lebih lamanya ke luar kota tepatnya di kampung Embangai Desa Lumut Kec, Toba Teraju Kab. Sanggau. adalah Kampong kecil yang berada diruas jalan trans Kalimantan jalur timur disekitar bukit Belungai. Seingat saya sudah beberapa bulan yang lalu saya meninggalkan tempat ini dimana saya banyak belajar soal budidaya ikan air tawar pada masyarakat setempat.

Seperti biasa saya bersama warga setempat saling berbagi pengetahuan soal budidaya ikan maupun lainnya. Selama seminggu lebih disana saya bertemu dengan 1 orang siswi sebuah SMK di Kab. Ketapang yang melakukan magang budidaya ikan. Kami sempat kenalan dan berbagi pengetahuan soal budidaya ikan. Dia kelihatan agak pemalu karena kami baru saling kenal, namun tidak membuat komunikasi kami terputus. hari itu saking asyiknya berbincang-bincang ternyata jam menunjukan pukul 12 siang, tak terasa juga perut kami ikut keroncongan. Pembicaraan kami soal ikan juga terputus dan beralih ketopik lain. Sementara menunggu ikan yang lagi dibakar oleh seorang karyawan dikolam dimana kami mampir, kami menyempatkan diri mengumpan ikan yang ada di kolam pembesaran. Kerumunannya banyak sekali saat saya menabur pelet dikolam tersebut. Mereka makan secara berebutan dan sering membuat semacam pormasi yang bergantian menejemput pakan yang jatuh. Kelihatan sekali kalau mereka juga kelaparan pada siang itu.

Makan siangpun tiba, saat kami asyik menikmati santapan siang dengan menu ikan bakar, saya menoleh kearah adik SMK yang magang tadi. Ia tidak menyentuh sama sekali ikan yang dibakar maupun yang dimasak. Dengan penasaran sayapun bertanya sambil mengajak ia untuk menikmati ikan-ikan tersebut. ’ dek ngape ndak diambil ikannya kok hanya makan sayur dan sambal ja’ ? sambil mengunyah dan tersenyum ia menjawab kalo dia tidak makan ikan. Sayapun sambil bergurau ” masa calon PPL perikanan tidak mau makan ikan gimana mau jadi pengusaha ikan’ suasanapun jadi ramai dengan gelak tawa mengiringi makan siang kami hingga selesai. Sejenak lagi saya berpikir dalam hati mungkin adek ini memilih jurusan yang bukan kemauannya. Tapi pikiran itu saya abaikan semuga tidak benar dan itu adalah benar pilihan pribadinya. Saya salut buat dia karena sangat langka anak negri ini apalagi kaum hawanya memilih jurusan yang lain dari kebanyakan perempuan.

Setelah makan kamipun melanjutkan aktivitas kami masing-masing dan tidak meneruskan diskusi yang sempat terputus sebelum makan tadi. Setelah makan siang saya merasa cukup panas sehingga mencari tempat yang pas untuk duduk dengan bertelanjang dada sambil menatap kearah bukit Belungai yang hijau rimbun dari bawah.

Kelihatan sekali keindahan bukit Belungai yang menyimpan sejuta pesona serta derasnya aliran sungai Embangai. Jika hujan tiba sungai Embangai akan menurunkan berjuta-juta materil batu, pasir, pupuk alam maupun menumbuhkan sumber pakan alami bagi ikan yang diternak warga yang ditumpahkan dari dalam bukit tersebut.

Orang luar termasuk saya akan ingat Embangai karena letaknya yang strategis, ikannya yang enak dan bersih, udara yang segar serta air sungainya yang sejuk. Mereka berhenti sejenak sekedar istirahat melepas lelah sambil makan siang di Embangai. Dengan menu ikan bakar ditambah sambal dan kecap sebagai pelengkap makan siang, mereka juga menikmati keindahan bukit Belungai serta sejuknya air batang Embangai sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke Pontianak, Sanggau maupun kearah Kabupaten Ketapang.

Hijaunya bukit Belungai sampai sekarang tentu tidak terlepas dari peran serta masyarakat. Masyarakat sekitar bukit Belungai membuat kesepakatan adat untuk tetap menjaga kelestarian bukit Belungai dengan tidak menebang kawasan tersebut untuk lahan pertanian maupun pembalakan liar. Kesepakatan adat yang dibuat menetapkan kawasan tersebut tetap hijau dan dapat diambil kayunya secara arif oleh masyarakat sekitar hanya untuk meramu bahan rumah keperluan sendiri.
Jika ada yang melanggar kesepakatan ini akan dikenakan sanksi adat maupun hukum negara. Selain itu pemerintah juga menetapkan kawasan bukit Belungai sebagai kawasan hutan lindung yang didukung dengan ketetapan SK Bupati Sanggau.

Dengan sumber air yang berlimpah yang dikandung dari dalam bukit Belungai senantiasa mengalir tiada henti sepanjang tahun. Inilah yang menjadi daya tarik Embangai bagi setiap orang yang bertandang disana.
Selain memanfaatkan air sebagai sumber air minum, mandi dan mencuci warga, aliran batang Embangai juga dikelola masyarakat untuk budidaya ikan kolam air deras baik dikelola secara pribadi-pribadi maupun secara berkelompok.

Diatas bukit Belungai sendiri terdapat Tembawang yang ditumbuhi tanaman durian, tengkawang yg sudah mulai langka , dan tanaman obat ataupun tanaman lainnya. masyarakat setempat secara turun temurun merawat dan memanen durian, orang luar juga datang ke bukit ini untuk mencari buah durian maupun yang lainnya. Setiap orang dapat mengitari bukit Belungai sambil rekreasi mencari buah durian jika musimnya tiba. Susana ini sangat mengasyikan jika melibatkan keluarga pecinta alam.

Kecintaan saya akan tempat ini selalu membekas dalam hati jika sudah pulang ke Pontianak dan ingin rasanya terus kesana. Namun ada kekhawatiran yang timbul dibenak saya jangan-jangan ada yang coba mengusik keindahan bukit Belungai. Bahkan saya ada mendengar kabar kalo bukit Belungai akan dibeli oleh orang berduit. Ini sudah tampak dengan masuknya beberapa pengusaha tambang, pengusaha sawit dan sejenisnya yang mulai mengelilingi bukit Belungai. Orang berduit berbondong-bondong mencari lahan di sekitar Bukit karena potensinya yang memang menjanjikan. Aku ragu akan kesiapan anak negri menghadapi orang luar seperti ini. Mereka mau dirayu dengan kenikmatan sesaat. Aku masih berharap mereka membuka mata, telinga dan hati untuk membangun DESA demi anak cucu.
Bertindak hari ini untuk hari Esok menjaga Bukit Belungai sebagai nafas hidup”.