Senin, 27 Juli 2009

Menjadi Aktor Damai


Setelah mengikuti kegiatan Pendidikan Perdamaian dan Rekonsiliasi aku kembali keaktivitas awalku, dan dalam permenungan akan kegiatan kemarin banyak hal kembali mengisi lembaran pikirku. Tenyata kita butuh kembali penyegaran-penyegaran diri soal perdamaian sehingga arah hidup ini tidak menyimpang jauh tapi selalu seimbang.
Ya ternyata untuk membangun sebuah perdamaian itu memang membutuhkan kemauan, keiklasan, dan kemampuan untuk menerima perbedaan. Perbedaan itu indah karena memberikan warna bagi kita untuk memahami sesama sebagai mahluk sang pencipta. Kesadaran dan kemauan memahami adalah jalan membangun perdamaian dibumi yang kita cintai ini.
Setiap kita diajak menjadi aktor perdamaian ditengah-tengah lingkaran kehidupan. Segala sesuatu tidak terlepas didalamnya, tinggal bagaimana kita membangun itu dengan mulai pada diri sendiri untuk membuang segala bentuk stereotipe negatif terhadap orang lain. Kita lebih mudah meng-Cap orang lain hanya dengan melihat sisi luar saja sehingga pemahaman kita jadi setengah-setengah dan malah dangkal. Demikian juga dengan lingkungan alam kita hanya menganggap ia sebagai sebuah komoditi yang menggiurkan. Lingkungan keluarga adalah wadah pencetus stereotipe-stereotipe negatif kepada kita sejak masih anak-anak. Sering kali kita ditakuti oleh orang yang lebih tua dengan menyebut orang diluar kita (etnis lain) berwatak negatif. Kesan ini juga masih membekas dipikiran kita dan terus menghantui sampai dewasa. Ini menjadi pengetahuan negatif kita karena belum ada informasi yang cukup maupun pengalaman nyata yang kita alami terhadap orang lain tersebut.

Menjadi aktor damai tentu dimulai dari diri sendiri dulu baru menularkannya kepada orang disekitar kita. Keadilan merupakan faktor penting dalam membangun perdamaian, tak jarang ketidakpuasan seseorang lahir karena merasa tidak ada keadilan dalam tatanan sistem kehidupan. Tidak tuntasnya persoalan ini juga semakin membuka jurang antara konflik negatif dan perdamaian. Lalu sejauh mana keadilan yang dimaksud memang sulit diukur menurut setiap orang.
Era kolonialisme dan imperialisme sampai sekarang semakin menunjukan pertentangan tersebut. Penguasaan faktor-faktor produksi dan segala tindak kekuasaan yang sepihak melahirkan konflik dimana-mana tak terkecuali di daerah kita. Dengan tidak dibangun dengan baik tatanan kehidupan terutama ditingkat masyarakat bawah, semakin mereka menjadi objek ketidakadilan. Untuk itu peran Negara, investor atau pelaku bisnis dan masyarakat perlu bergandeng tangan menyelesaikan akar konflik. Komunikasi lintas pelaku mutlak dilakukan sehingga ada penyelesaian demi mencapai kesejahteraan bersama. Bagaimana persamaan hidup indah dan aman menjadi milik bersama senantiasa berlangsung terus.
Untuk kita sendiri sejauh mana kita mau, mampu dan paham menjadi aktor damai dalam panggung diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara ?