Senin, 15 Desember 2008

BALA BORNEO

Untaian daun menghijau tertutup lembutnya embun pagi itu, jatuh menetes sembunyi diatara rimbunnya pohon, menyusuri tanah, bersama hilangnya kabut pagi disapu mentari yang bangun dibalik bukit … Walau tidak seindah dulu dikala rimba belantara masih ada, Suara-suara instrumen alam yang berkumandang meramaikan suasana pagi dibumi pertiwi.

Nun diudik sana dipenjuru kampung disisi hutan itu, terlihat kepulan-pekulan asap putih dari rumah betang besar itu bergerak perlahan diantar angin menyapa langit yang menjulang tinggi. Terdengar alunan musik dangdut dari sebuah radio tua dibilik seorang penghuni rumah itu menggema memecahkan dinginnya pagi. Membangunkan anak negri yang lelap dalam mimpi setelah kemarin berpacu dengan waktu menjajal tanah untuk meraih sesuap asa… diantara puncak-puncak bukit dan diantara lembah-lembah hijau itu.

Dipinggir sungai itu sudah tampak beberapa anak negri yang mengayuh sampan kecil nan lincah, menyeberangi derasnya arus sungai berbatuan yang keruh. Tanpa menghiraukan mentari yang terus membidik kulit menuju sore.

Ya… mereka beraktivitas masih seperti hari-hari kemarin mengikuti irama hari dan dinamika dunia anak negri. Mengikuti titah generasi sebelumnya bersama alam berjuang membangun kehidupan, menjaga alam dan menjaga budaya leluhurnya. Mereka hilang diantara pohon-pohon hutan kebun itu untuk bergumul bersama waktu sambil bekerja menoreh getah, petani ladang, petani sawah dan masuk kehutan untuk mendapatkan sisa-sisa hasil hutan dari pembalakan hutan oleh pemilik modal .

Sementara disisi lain disana tampak segerombolan anak berseragam SD beriringan dengan bertelanjang kaki menyusuri jalan setapak menuju sekolah dikampung sebelah. Orang-orang tua dirumah Betang besar itu sambil menatap kosong menanti senjanya hari mereka, menggendong cucu kecil mereka yang menangis ditinggalkan bapak dan ibunya yang bekerja menjajal tanah meraih asa. Mereka berjalan meninggalkan rumah meniti pagi mengejar sore, berjuang untuk kehidupan tanpa menyadari bahwa paradigma dan dinamika dunia luar mengundang mereka.

Hidangan keseharian orang-orang dikampung seperti ini tidaklah mengherankan bagi Madong si anak negri, sebab ia tumbuh dan besar bersama mereka. Madong adalah seorang pemuda dengan kesederhanaan dan memiliki wawasan yang cukup. Sosoknya sangat pandai bergumul dengan semua orang baik terhadap sesamanya maupun orang-orang yang lebih tua. Ia paham dengan adat istiadat dan kearifan lokal leluhurnya. Ia juga banyak mendapat cerita dari para orang-orang tua tentang bagaimana menjaga dan melestarikan adat dan budaya kaumnya dimasa yang akan datang. Apa yang menjadi nafas budaya bangsa sehingga mesti dijaga dan tetap eksis disegala jaman.
Dengan kesempatan yang diberikan kedua orangtuanya, Madong dapat menyelesaikan pendidikan formalnya sampai pada perguruan tinggi. Dengan biaya terbatas Madong ingin terus belajar soal dirinya dan belajar mengenai hiruk pikuk dunia luar sana. Setelah selesai sekolah ia memilih kembali kekampung halamannya dengan harapan dapat membangun kampungnya. Pilihannya itu tentu beralasan karena ia melihat ketidakberdayaan dan ketetertinggalan orang-orang dikampungnya.

Cerita soal kedekatan leluhurnya terdahulu dengan alam membuat Madong mencintai negri dimana saat ini ia berpijak. Penghargaan besar telah diterima oleh kaumnya karena alam memberikan kemakmuran bagi anak negri ini. Rasa syukur atas usaha itu mereka rayakan setiap tahunnya dengan ritual adat gawai.
Mereka memberikan persembahan kepada sang pencipta dan kepada orang yang berkenan kepada-Nya. Hasil panen yang berlimpah membawa kesejahteraan kepada segenap orang. Tumpah tuah hidangan gawai melarutkan mereka dalam sukacita sesaat itu. Dan setelah itu mereka kembali seperti semula melanjutkan titah leluhur melanjutkan kerja membangun asa menyonsong hari-hari berlalu.
Tapi diluar sana dunia jelas berbeda, kemudahan dan pengetahuan yang berkembang juga membuat perbedaan dijagad raya ini. Di kota besar itu orang begitu ramai turun naik kendaraan menjajal hari. Menikmati kemewahan semua serba cepat dan instant. Keadan ini bertolak belakang dengan keadaan di kampungnya Madong di Anak Negeri. Butuh beberapa hari baru sampai dikampung karena belum ada jalan beraspal. Selain itu anak-anak sekolah dikota sangat berbeda dengan anak-naka sekolah dikampung mereka mendapatkan fasilitas dan guru yang cukup.tidak seperti dikampungnya ia sendiri yang menjadi guru honor karena tidak ada guru diskolah tersebut. Anak-anak SD di Kota udah bisa membaca dengan baik.
Bersambung………………………………………………………………………..

Rabu, 10 Desember 2008

Krisis Sesungguhnya Mengintai Anak Negri

Akhir tahun 2008 ini kondisi masyarakat petani diperdesaan direpotkan dengan turunnya harga hasil perkebunan seperti harga buah sawit, karet, cengkeh, coklat dan tanaman lainnya. Situasi ini bagi petani sawit dan karet sangat terasa sekali sebab harga kedua komoditi ini per kilonya begitu anjlok sehingga hampir mendekati 80 % dari harga sebelumnya.

Jika dari awal petani dikampung mengembangkan usaha yang bervariasi maka dampak krisis tidaklah terasa. Usaha pertanian yang dapat dikembangklan adalah usaha yang dapat menambah penghasilan keluarga maupun untuk menjaga ketahanan pangan keluarga sendiri (dikonsumsi sendiri).
Banyak alternative tanaman komoditi yang dapat dikembangkan namun kebiasaan orang dikampung tidak mau menanam tanaman lain selain karet atau hanya mengandalkan kaplingan sawit saja. Dengan luas lahan yang miliki saat ini sebenarnya mereka dapat menanam Coklat, lada, dan lain-lain serta tanaman untuk konsumsi lokal yang lebih cepat laku dipasar domestic.
Untuk menjaga kelestarian lingkungan usaha bersama dalam suatu desa dapat digalakan demi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Dengan menghimpun modal secara bersama maka masyarakat petani akan mandiri dan berdaya sendiri.

Penurunan harga yang sangat dratis pada komoditi eksport diatas, tentu tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian Amerika yang berimbas pada ekonomi global. Rendahnya tingkat pendapatan petani membuah daya beli mereka juga berkurang. Kenaikan harga kebutuhan pokok tidak berimbang dengan penghasilan yang didapat setiap harinya. Belum lagi factor alam dan cuaca yang tidak memungkinkan petani mengembangkan usaha lain.
Situasi krisis ini bagi setiap orang memiliki cara sendiri-sendiri untuk menghadapinya. Bahkan ada yang mendapat berkah dari krisis karena ia bisa melihat peluang. Ada pula yang jatuh karena tidak ada alternative lain. Dan kebanyakan adalah mengeluh dan larut dalam krisis itu sendiri.
Jika dilihat krisis global saat ini bukanlah krisis yang sesungguhnya yang dialami para petani, terutama anak negeri ini. Mengapa…. Karena krisis yang sesungguhnya kedepan adalah hilangnya hak-hak anak negeri ini atas segala asset yang dititipkan nenek moyangnya. Krisis pangan, krisis air, krisis energi akan menjadi puncaknya dan perlahan dan pasti melanda seluruh negeri.
Begitu banyak orang dinegri ini menjual tanahnya tanpa mau mengusahakan sendiri. Mereka telah menjual semua tanah miliknya kepada perusahaan tambang, perkebunan sawit, mereka telah menukarnya dengan motor-motor kenyamanan sesaat. Mereka tidak perlu memikirkan generasi anak cucunya yang hanya mendengar kisah masa jaya kaumnya. Dimana tongkat kayu dan batu menjadi tanaman seperti dalam bait sebuah lagu tempoe doeloe.
Mengapa demikian karena kedepan persoalan pangan akan menjadi persoalan dasar manusia ianya semakin mahal, karena banyak areal pertanian disulap menjadi beton megah. Tanah sebagai asset yang sangat berharga tidak lagi dimiliki oleh anak negeri ini. Mereka telah menjualnya kepada pemilik modal hanya untuk menikmati kehidupan saat ini, menjadi budak dirinya sendiri.
Persoalan air bersih akan lebih mahal dari harga BBM, ianya sulit didapat karena hutan dan bukit penyangga air habis dibabat, kalaupun ada sudah dikuasai oleh pemilik modal. Air sungai akan mengering jika musim kemarau, banjir dimusim hujan dan sungai telah tercemar oleh limbah-limbah perkebunandan tambang yang membuang pupuk serta bahan kimia beracun didalamnya.
Sekarang kepada siapa kita berharap ? Adalah sebuah pertanyaan refleksi bagi kita semua apa yang telah kita buat saat ini ? bagaimana agar krisis sesungguhnya tidak melanda anak negeri ini ?.